Renungan Kristen - Jiwa yang Berpadu

Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri. Pada hari itu Saul membawa dia dan tidak membiarkannya pulang ke rumah ayahnya. Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri. Yonatan menanggalkan jubah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya. (1 Samuel 18:1-4)

Ada beberapa orang yang menafsirkan hubungan ini dengan tidak benar, dan mengatakan bahwa Yonatan itu homoseksual sehingga mencintai Daud seperti itu. Tetapi Yonatan mempunyai istri dan mempunyai anak; Daud juga mempunyai istri dan mempunyai anak. Ini bukan percintaan seksual, melainkan cinta persahabatan. Suatu gambaran persahabatan antara Daud dengan Yonatan, suatu gambaran cinta yang lebih kuat dari maut.

Kita bisa belajar untuk mengasihi Dia lebih dari pada diri kita sendiri. Firman Tuhan mengatakan: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu" (Markus 12:30). Kasihilah Tuhan dengan segenap apa yang hidup di dalam diri kita. Inilah sebenarnya inti dari pada cinta. Dan kita belajar dari apa yang dilakukan oleh Yonatan terhadap Daud.

Disebutkan bahwa jiwa Yonatan dan jiwa Daud berpadu. Cinta harus didasari dengan jiwa yang terpadu. Jiwa yang terpadu, yang disatukan, adalah jiwa yang terikat menjadi satu antara kita dengan Tuhan. Hatinya adalah hati kita, hati kita adalah hati-Nya, inilah yang dinamakan hati yang dijadikan satu, berpadu, diikat menjadi satu. Berpadu yang seperti ini yang Tuhan mau, ada di dalam hidup kita. Sehingga, apa yang Dia mau kita mengerti, apa yang kita mau Dia juga bisa mengerti. Itu namanya jiwa yang terpadu. Kalau kita sudah sampai taraf seperti ini, itu luar biasa sekali. Saya menyaksikan, bagaimana Dia sangat mengasihi kita kalau jiwa kita sudah berpadu dengan jiwa-Nya.

Padaa suatu saat saya mengalami hari yang sangat melelahkan. Di kantor pekerjaan terlalu banyak, belum lagi pelayanan, belum lagi urusan-urusan radio "Suara Gracia" di Cirebon yang Tuhan percayakan. Banyak yang harus diselesaikan, tetapi pada hari itu juga saya harus ke Bandung karena ada pertemuan jam empat sore. Kami, beberapa hamba Tuhan, harus bertemu.

Saya sudah berusaha untuk menyelesaikan semuanya dari malam dan juga keesokan paginya, sambil berseru-seru: "Tuhan tolong saya." Sehingga saya mengerjakan semuanya itu di kantor dengan kecepatan tinggi, bagaimana pun caranya supaya saya tidak terlambat dalam pertemuan di Bandung.

Akhirnya saya harus berangkat jam satu siang, karena kondisinya tidak memungkinkan untuk berangkat jam seperti yang saya rencanakan, dengan pemikiran jam 15.30 saya pasti sampai di sana. Tetapi ternyata jalanan macet. Di Sumedang macetnya luar biasa, saya sudah lelah sekali, saya terpaksa putar-putar di Sumedang, harus lewat sana-sini, jalannya berlubang-lubang. Saya benar-benar kelelahan. Lalu saya berkata: "Aduh TUhan, kalau Engkau tidak memberi aku kekuatan, sepertinya aku tidak sanggup berdoa lagi dan aku harus pulang lagi. Tuhan, beri aku kekuatan!"

Pada saat saya berkata seperti itu, Tuhan berbicara kepada saya: "Kamu lelah, ya?"
Saya berkata: "Ya Tuhan, saya lelah." Tuhan hanya berbicara begitu. Dia sangat tahu akan kelelahan saya, Dia sangat tahu akan keterbatasan kekuatan saya, dan Dia hanya berbicara begitu, tidak banyak berbicara. Berarti Dia tahu persis jiwa saya. Tetapi saya benar-benar dengan kasih saya, ingin melayani Dia dengan segala apa yang Tuhan beri untuk saya.

Akhirnya saya sampai di Bandung 16.30. Saya minta maaf kepada yang lain, karena terlambat. Rupanya mereka dapat memaklumi dan tidak keberatan dan kamu mulai berdoa sampai selesai 18.30.

Selesai berdoa kami makan. Sementara makan, tiba-tiba anak Pak Yusak, Daniel, berkata begini kepada ayahnya: "Papa, koq Tuhan bicara sama saya."
"Bicaranya apa?" tanya ayahnya.
"Mobil mercynya Papa harus diberikan kepada Iik (tante)," kata Daniel.

Pada mulanya pak Yusak tercengang, tetapi kemudian mengangguk-angguk, karena Pak Yusak senang mobil. Waktu iut saya diam saja, saya tahu diri, saya berpikir: "Kalau warisan, kan diberikan kepada anaknya, sedangkan saya adiknya, bukan anaknya" Adik tidak mendapat warisan, kecuali kalau tidak mempunyai anak, begitu peraturannya. Kalau mempunyai anak, warisan jatuh ke anak, bukan jatuh ke adik.

Jadi saya diam terus dan Pak Yusak juga diam. Saya tahu dia berdoa, lalu Pak Yusak mengatakan: "Baik, aku berikan untuk kamu."
Aduh, saya senang sekali. Saya berkata: "Tuhan, mengapa ya, koq saya diberi mobil?" Lalu Tuhan mengatakan: "Lho, Aku tadi kan bertanya kamu lelah, bukan?"
"Ya." jawab saya.
"Jadi, kijangnya Aku ganti mercy," jawab-Nya.

Saya mengucap syukur, Dia sangat mengerti, 'kan lebih enak naik mercy dari pada naik kijang, bepergian ke mana-mana tidak melelahkan. Saya sudah cukup umur, jadi perlu kendaraan yang lebih baik. Luar biasa sekali, Tuhan ternyata lebih tahu segala kebutuhan kita dan juga tahu memenuhinya.

Inilah yang dinamakan jiwa yang terpadu. Jiwa yang terpadu itu, apa yang menjadi isi hati kita, Tuhan tahu dan sebaliknya. Sebelum hal itu terjadi saya tidak berkata begini misalnya: "Tuhan kalau bisa tolong mobil kijangku ini diganti dengan mobil yang lebih enak ya, Tuhan, supaya kalau aku jalan-jalan atau pergi pelayanan aku bisa tidur, sampai di tempat segar kembali." Saya tidak pernah meminta sesuatu yang lebih dari pada kapasitas saya. Saya tahu persis kijang pun jadi untuk saya, karena bagi saya apa pun jadi. Tuhan membawa saya masuk di mana pun juga. Jadi saya tidak terlalu banyak meminta apa-apa. Saat saya tidak meminta langsung diberi.

Saya banyak belajar dari Pak Yusak. Kalau Pak Yusak mendapatkan suatu pernyataan dan pernyataan itu sudah diuji, dia tahu persis pernyataan itu dari Tuhan, dia tidak menunda-nunda, langsung melaksanakannya. Dia langsung masuk ke kamar dan saya diajak masuk ke kamarnya. Dia langsing masuk ke kamar dan saya diajak masuk ke kamarnya. Saya pikir:" Mau apa saya diajak masuk ke kamar?" Apa yang dilakukannya? Dia langsung memberikan BPKB mercynya kepada saya. Dia tidak mengatakan, misalnya: "Silahkan mercynya dibawa dulu, tetapi BPKB-nya ditinggal di sini." Sering kali kita bersikap begitu, barang yang diberikan dilepaskan kepalanya, tetapi ekornya dipegang terus, dan kita berkata: "Tuhan, saya rela yang itu, tetapi yang satu ini jangan."

Seringkali Tuhan menuntut sesuatu, tetapi hal itu adalah kesukaan hidup kita, maka kita berkata: "Aduh Tuhan, yang ini bolehlah, tetapi yang ini, aduh, jangan dulu ya, Tuhan. Ini kesukaan saya, hobi saya." Jadi yang masih dipegangi itu ekornya. Tetapi saya belajar dari Pak Yusak, dia langsung mengatakan begini: "Ini BPKB-nya." Saya terkejut, karena saya tidak minta BPKB, tetapi diberikan begitu saja.

Lalu dia mengajak saya turun ke lantai bawah, karena kami ada di lantai atas. Kemudian saya diajari menggunakannya. "Dulu kamu mempunyai mercy yang manual, sekarang kamu ditingkatkan mempunyai mercy yang automatic, jadi harus diajari dulu," katanya.

Sambil mengucapk syukur: "Terima kasih, Tuhan, terima kasih. Engkau luar biasa baiknya," saya diajari cara menstater dan hal-hal lainnya. Kemudian dia berkata: "Besok kamu pulang, kamu bawa."

Saya berkata begini: "Lho, kalau dibawa, Pak Yusak nanti naik apa?" Mobilnya itu hanya satu-satunya dan dia adalah orang yang suka sekali dengan mobil. Jadi saya berkata: "Tuhan, kalau begini bagaimana? Mobil boleh dibawa pulang, tetapi bagaimana, Tuhan? Bagaimana dengan Pak Yusak?" Hati saya juga sangat tidak enak. Ternyata Pak Yusak juga berkata begitu: "Tuhan, jadi besok saya naik apa kalau akan bepergian?" Lalu dia berkata: "Sudahlah, tidak apa-apa, masih ada mobilnya Sammy, dipakai."

Jadi akhirnya, keesokan harinya saya bawa mobilnya pulang. Dia luar biasa sekali. Dia mengerti apa yang menjadi kebutuhan kita. Jikalau kita mau benar-benar jiwa yang terpadu dengan Bapa yang di surga, tidak usah kuatir apa pun yang akan terjadi di dalam hidup kita, karena Dia sangat memperhatikan hidup kita.

Dia sangat memperhatikan Anda. Dia tidak akan meninggalkan Anda dalam keadaan apa pun juga. Yang penting kita belajar, jiwa kita harus berpadu dengan Dia, seperti yang dialami oleh Yonatan dengan Daud. Jiwa yang terpadu tidak sekedar teori, tetapi praktek. Bagi orang yang rindu memiliki jiwa yang terpadu dengan Tuhan Yesus, ada syaratnya. Seperti Yonatan yang terpadu hatinya dengan Daud pun ada syaratnya. Syaratnya adalah perjanjian. Mereka membuat perjanjian yang disepakati bersama.

0 Response to "Renungan Kristen - Jiwa yang Berpadu"

Posting Komentar