Sejarah Berdirinya PGI ( Persatuan Gereja Indonesia )


Pada 6-13 November 1949 diadakan “Konferensi Persiapan Dewan Gereja-gereja di Indonesia”. Seperti diketahui sebelum Perang Dunia II telah diupayakan mendirikan suatu Dewan yang membawahi pekerjaan dan Zending; namun karena pecahnya PD II maksud tersebut diundur. Setelah PD II berdirilah tiga buah Dewan Daerah, yaitu “Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja di Indonesia, berpusat di Yogyakarta (Mei 1946); “Majelis Usaha Bersama Gereja-gereja di Indonesia bagian Timur”, berpusat di Makassar (Maret 1947) dan “Majelis Gereja-gereja bagian Sumatera” (awal tahun 1949), di Medan. Ketiga dewan daerah ini didirikan dengan maksud membentuk satu Dewan Gereja-gereja di Indonesia, yang melingkupi ketiga dewan tersebut.

          Pada 21-28 Mei 1950 diadakan Konferensi Pembentukan Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), bertempat di Sekolah Theologia Tinggi (sekarang STT Jakarta). Hadir dalam konferensi tersebut adalah: (1) HKBP; (2) GBKP; (3)Gereja Methodis Sumatera; (4) BNKP; (5) HKI; (6) Gereja Dajak Evangelis; (7) GPIB; (8) GPI; (9) Gereja-gereja Gereformeerd; (10) Gereja Pasundan; (11) Patunggilan Pasamuan Kristen sekitar Muria; (12) Gereja Kristen Jawa Tengah; (13) Gereja Kristen Jawa Tengah Utara; (14) Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee /Khoe hwee Jawa Barat ; (15) Ciung Hua Chi Tu Chiao Hui; (16) Jakarta Chi Hui; (17) Gereja Kristen Tionghoa Jawa Tengah; (18) Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee /Khoe hwee Jawa Timur; (19) Gereja Kristen Protestan Bali; (20) Gereja Kristen Sumba; (21) Gereja Kristen Maluku.

          Salah satu agenda dalam konferensi tersebut adalah pembahasan tentang Anggaran Dasar DGI. Pada 25 Mei, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi dan tanggal tersebut ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) dalam sebuah “Manifes Pembentoekan DGI”:

        
  “Kami anggota-anggota Konferensi Pembentoekan Dewan Geredja-geredja di Indonesia, mengoemoemkan dengan ini, bahwa sekarang Dewan Geredja-geredja di Indonesia telah diperdirikan, sebagai tempat permoesjawaratan dan oesaha bersama dari Geredja-geredja di Indonesia, seperti termaktoeb dalam Anggaran Dasar Dewan Geredja-geredja di Indonesia, jang soedah ditetapkan oleh Sidang pada 25 Mei 1950.

          Kami pertjaja, bahwa Dewan Geredja-Geredja di Indonesia adalah karoenia Allah bagi kami di Indonesia sebagai soeatoe tanda keesaan Kristen jang benar menoedjoe pada pembentoekan satoe Geredja di Indonesia menoeroet amanat Jesoes Kristoes, Toehan dan Kepala Geredja, kepada oematNja, oentoek kemoeliaan nama Toehan dalam doenia ini.”

          Demikianlah DGI telah menjadi wadah berhimpun Gereja-gereja di Indonesia. Anggotanya pun semakin bertambah dari waktu ke waktu. Dengan makin berkembangnya jumlah anggota, maka makin menunjukkan semangat kebersamaan untuk menyatu dalam gerakan oikumene di Indonesia. Dalam wadah PGI, gereja-gereja di Indonesia yang memiliki keragaman latarbelakang teologis, denominasi, suku, ras, tradisi budaya dan tradisi gerejawi, tidak lagi dilihat dalam kerangka perbedaan yang memisahkan, melainkan diterima sebagai harta yang berharga dalam memperkaya kehidupan gereja-gereja sebagai Tubuh Kristus.

          Seiring dengan perkembangan dan semangat kebersamaan itu pulalah yang turut mendasari perubahan nama “Dewan Gereja-gereja di Indonesia” menjadi “Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia” sebagaimana diputuskan pada Sidang Raya X di Ambon, 1984. Perubahan nama itu terjadi atas pertimbangan: ”bahwa persekutuan lebih bersifat gerejawi dibanding dengan perkataan dewan, sebab dewan lebih mengesankan kepelbagaian dalam kebersamaan antara gereja-gereja anggota, sedangkan persekutuan lebih menunjukkan keterikatan lahir-batin antar gereja dalam proses menunju keesaan”. Dengan demikian, pergantian nama itu mengandung perubahan makna. Persekutuan merupakan istilah Alkitab yang menyentuh segi eksistensial, internal dan spiritual dari kebersamaan umat Kristiani yang satu.

          Sesuai dengan pengakuan PGI bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia serta Kepala gereja, sumber Kebenaran dan Hidup, yang menghimpun dan menumbuhkan gereja sesuai dengan Firman Allah, maka sejak berdirinya PGI, gereja-gereja berkomitmen untuk menyatakan satu gereja yang esa di Indonesia. Keesaan itu ditunjukkan melalui kebersamaan dalam kesaksian dan pelayanan, persekutuan, saling menolong dan membantu. Oleh karena itu, PGI tidaklah bermaksud untuk menyeragamkan gereja-gereja di Indonesia, dan PGI juga bukanlah hendak menjadi suatu super church yang mendominasi gereja-gereja anggota, melainkan keesaan yang dimaksud adalah keesaan in action, artinya keesaan yang makin lama makin bertumbuh dan berkembang ketika melakukan kegiatan-kegiatan bersama dalam visi dan misi bersama.

          Sampai pada tahun 2009, PGI telah menghimpun 88 gereja anggota dan lebih dari 15 juta anggota jemaat yang tersebar dari Merauke – Sabang dan dari Rote – Talaud. Keanggotaan PGI mewakili sedikitnya 80 persen umat Kristen di Indonesia. Dengan lambang “oikumene” gereja-gereja anggota PGI optimistis berkarya dan melayani di Indonesia dan dunia.

          Di samping merekatkan hubungan di antara gereja-gereja anggotanya, PGI juga terpanggil untuk bekerjasama dan membangun kemitraan dengan gereja-gereja dan lembaga oikoumene lainnya, dan antar agama, baik tingkat nasional maupun internasional. Hubungan kemitraan ini dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan umat bergama serta kesejahteraan manusia di Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.

0 Response to "Sejarah Berdirinya PGI ( Persatuan Gereja Indonesia )"

Posting Komentar