(1 Petrus 3 : 10)
“Siapa yang mau mencintai hidup
dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat
dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu”
Coba kita renungkan berapa kali dalam 1 hari kita telah menggunakan
lidah bibir kita dengan benar? Seperti menggunakan lidah untuk perkataan yang
sia-sia seperti gosip tentang orang lain yang belum tahu kebenarannya,
perkataan yang tidak baik, perkataan sombong merasa diri lebih pintar dari
orang lain. Dan masih banyak lagi yang kadang tanpa kita sadari sering kita
ucapkan.
Oleh karena itu marilah kita belajar untuk bijak dalam berkata-kata.
Firman Tuhan mengajarkan kita untuk menjadi orang yang “sempurna” yang belajar
mengendalikan lidahnya.
Pertama, berpikirlah sebelum berbicara (Ams
15 : 28). Lidah yang tidak dikuasai akan membuat kekacauan dimana-mana.
Itulah sebabnya didalam Alkitab meminta kita untuk lambat berkata-kata. Sebelum
mengatakan sesuatu pikirkanlah terlebih dahulu apakah hal itu perlu dikatakan
atau tidak, apakah jika hal itu dikatakan akan menyakiti hati yang mendengar
atau tidak. Ketika terjadi perbedaan pandangan janganlah cepat berkata-kata,
lebih baik menahan diri dan mendengar dengan sabar karena semakin banyak
berkata-kata akan semakin banyak pula kesalahan yang akan terjadi.
Saudara-saudari, beberapa sering perkataan yg kita keluarkan atau
jawaban yang kita berikan, setelah beberapa saat kemudian kita sesali. Mari
kita sama-sama belajar lebih bijak, sebelum berbicara atau memberikan jawaban
atau pendapat kepada seseorang. Apakah perkataan, jawaban atau pendapat kita
akan menyakitkan? Menimbulkan kemarahan atau menjatuhkan semangat seseorang?
Jika jawabannya “ya”, lebih baik jangan kita ucapkan
.
Kedua, berbicaralah tepat pada waktunya (Ams 15:23)
Jika sudah memikirkan dampaknya sebelum m engatakan, maka kita juga
harus mempertimbangkan waktu yang tepat untuk mengatakannya. Misal, waktu kita
menegur seseorang waktu suasana hati orang tersebut sedang buruk, akibatnya
maksud kita baik tapi baik tetapi di tanggapi secara negatif oleh orang
tersebut, maka kita pun harus belajar dari pengalaman itu untuk berbicara tepat
pada waktunya. Saat suasana hati orang tersebut sudah baik.
Saudara-saudari perkataan kita tidak hanya harus benar, tetapi juga
harus di ucapkan tepat pada waktunya. Perkataan Abigail yang bijaksana dan
tepat pada waktunya telah berhasil menyurutkan amarah Daud dan membatalkan
hutan darah dan membatalkan hutang darah
yang akan dilakukan Daud dan para tentaranya terhadap Nabal, suami Abigail dan
setiap lelaku yang tinggal bersamanya (1
Samuel 25:33-34)
Ketiga,
belajarlah mendengar, jangan menguasai pembicaraan (Ams 18:13).
Untuk menjadi pendengar yang
baik sangat dibutuhkan kesabaran karena keegoisan membuat manusia selalu
menempatkan diri hanya ingin di dengar. Mari kita perhatikan di sekeliling
kita, ketika terjadi perdebatan, lama kelamaan suara kedua belah pihak semakin keras
dan semakin keras. Akhirnya terjadi keributan bahkan perkelahian. Mengapa
demikian? Itu karena masing-masing pihak ingin di dengar, tidak mau mendengar.
Ketika suara yang satu berbicara tidak didengar maka ia akan lebih mengeraskan
suaranya dengan maksud agar didengar oleh pihak lawan. Bagaimana seandainya
salah satu pihak memiliki cukup kesabaran dan mau mendengar perkataan pihak
lain, maka pertengkaran dan keributan tidak akan terjadi. Itulah sebabnya
Yakobus meminta kita untuk cepat mendengar, artinya kita harus berusaha
menempatkan diri sebagai pendengar terlebih dahulu sebelum berbicara. Jika
masing-masing orang mau mendengar terlebih dahulu maka pertengkaran dapat di
cegah.
Tanpa sadar sering kita menguasai pembicaraan, tidak mau mendengar,
bahkan memotong pembicaraan seenaknya. Seharusnya kita intropeksi diri jika ada
teman atau saudara kita yang malas atau mengindari berbicara dengan kita oleh
karena kita selalu tidak mau mendengar perkataan teman atau saudara kita. Oleh
karena itu marilah kita berusaha menempatkan diri sebagai pendengar terlebih
dahulu sebelum berbicara atau memberikan jawaban.
Oleh karena itu marilah kita berubah dalam berkata-kata dan minta Tuhan
untuk selalu menjaga mulut kita dalam berkata-kata seperti yang ada di
dalam (Maz 39 : 2) Ayat ini di tulis oleh Daud, raja kedua yang
memerintah Israel. Daud adalah raja besar, lebih besar dari Saul namun Daud
menyadari bahwa lidah yang tidak di kekang akan membawa ke dalam dosa. Lidah
itu kecil, tetapi apabila tidak di kekang akan membawa masalah besar. Dalam
kitab Yakobus dikatakan lidah itu bagaikan api kecil yang semakin dikipas
semakin besar yang akhirnya menghanguskan apa saja.
Pada ayat diatas dengan jelas Daud mengatakan bahwa mulut itu harus
dikekang di depan orang fasik. Benar! Sebab orang fasik itulah yang akan
mengipas-ngipas api yang kecil itu menjadi api yang besar. Namun pada
kenyataannya tidak demikian, justru banyak orang tidak menjaga mulut di depan
orang fasik. Akibatnya gosip menjalar dengan cepat bagaikan penyakit menular.
Harun dan Miryam pernah tidak menjaga mulut mereka, mereka menggosipi
dan mengata-ngatai Musa. Itu dapat kita lihat pada ayat dibawah:
(Bilangan 12:1) Miryam serta
Harun mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush yang diambilnya, sebab
memang ia telah mengambil seorang perempuan Kush.
Akibatnya Miryam kena hukuman dari Tuhan, dia terkena penyakit kusta dan
harus disingkirkan keluar dari Israel tujuh hari lamanya.
Oleh Karena itu marilah kita bijak dan berhati-hati dalam berkata-kata
dalam kehidupan kita. Sebab (Ams 18:21)
diayat ini dikatakan hidup mati kita dikuasai oleh lidah. Jadi perkataan kita
yang kita ucapkan di dunia bisa dikatakan menentukan masuk tidaknya kita ke
kerajaan Allah. Oleh sebab itu pakailah lidah saudara-saudari dengan bijak.
Jadi kesimpulan yang dapat diambil dari firman ini
1.
Berpikirlah sebelum berbicara
2.
Berkatalah tepat pada waktunya
3.
Belajarlah mendengar, jangan menguasai
pembicaran
0 Response to "Bijak Dalam Bertutur"
Posting Komentar